• Home
  • Tanaman Pangan

Pertanian Presisi dan Mandiri Ala KUB Kepodang Topo

15 Feb 2025, 03:30 WIB | Indarto

Petani sedang panen padi | Dok. Istimewa

AGROMILENIAL.COM, Jakarta --- Prasarana dan sarana pertanian seperti benih unggul, pupuk , pestisida dan alat dan mesin pertanian (alsintan) menjadi bagian penting dalam proses industri pertanian modern. Petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pertanian Korporatif Berbasis Mekanisasi  (PKBM) Kepodang Topo, Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng) menjadi salah satu  kelompok yang mengembangkan pertanian presisi dan terintegrasi dari hulu-hilir. KUB ini telah menggembangkan pembibitan sendiri, memanfaatkan pupuk secara seimbang dan saat olah lahan, tanam, hingga panen juga memanfaatkan alsintan.Petani yang tergabung dalam KUB PKBM Kepodang Topo (KUB kepodang Topo, red) akhirnya mampu mandiri dalam mengembangkan usaha taninya.

Baca Juga :

Ketua KUB Kepodang Topo, H. Karjono mengatakan,  berkat penggunaan benih unggul, pemupukan dan penanganan hama dengan baik, padi yang di tanam petani produktivitasnya mampu mencapai 8-9 ton/ha. Para petani muda (milenial) yang menjadi bagian dari regenerasi petani di KUB Kepodang Topo sudah memanfaatkan alsintan modern dalam mengembangkan usaha taninya. Mereka olah lahan dengan traktor, saat tanam menggunakan rice transplanter. Mereka  ketika melakukan pemupukan dan penyemprotan hama sudah memanfaatkan drone, bahkan saat panen menggunakan combine harvester, yang lebih efektif dan efisien.

KUB Kepodang Topo memiliki cakupan usaha tani dengan lahan sawah irigasi seluas 1.033 hektar (Ha). Anggota kelompok tani tersebar di 6 desa (Desa Kateguhan, Pojok, Dalangan, Tangkisan, Majasto dan Ponowaren). “ Anggota kami terdiri dari 6 gabungan kelompok tani (Gapoktan) dan 24 kelompok tani (Poktan). Anggota KUB ini kebanyakan para petani milenial. Mereka  memiliki semangat tinggi dalam bertani. Mulai  dari mengolah lahan, pemupukan dan  penanganan hama ada  pendampingan dari  penyuluh dan perusahaan obat/pupuk. Adanya pendampingan ini membuat hasil panen lebih maksimal,” kata H. Karjono, di Jakarta, belum lama ini.

H. Karjono mengungkapkan, pemerintah saat ini sedang mendorong peningkatakan indeks pertanaman (IP) dari IP 2menjadi IP 3.   Sepert biasanya, petani di Kecamatan Tawangsari,  Sukoharjo , Jateng sudah mulai olah lahan dan langsung tanam padi pada pertengahan Desember 2024 lalu (MT I).  Padi yang ditanam, saat ini sudah berumur satu bulan. Diharapkan, awal Maret atau pertengahan  Maret 2025, padi yang ditanam berbarengan dengan musim tanam (MT I) memasuki masa panen.

Untuk mendorong IP 2 menjadi IP3, para petani  pada awal April 2025  diharapkan sudah mulai olah lahan dan tanam lagi (MT II). Diperkirakan, pada akhir Juni atau awal Juli 2025 padi bisa dipanen. Selanjutnya,  pada akhir  Juli 2025 dilakukan olah lahan dan langsung tanam padi. Diperkirakan, pada musim tanam (MT III) ini akan panen pada September akhir atau awal Oktober 2025

“ Kalau kami melihat hasil panen pada akhir tahun lalu cukup bagus. Provitasnya sampai 10 ton per hektar. Sedangkan harga gabah Rp 5.000-Rp 6.450 per kg (GKP). Kami juga berharap, pada panen mendatang hasilnya juga bagus ,” katanya

Menurut H. Karjono, untuk mendapatkan hasil tanam dengan produktivitas tinggi, petani yang tergabung dalam KUB  Kepodang Topo harus melakukan usaha tani secara konprehensif, mulai dari olah lahan, tanam, pemupukan, pemberantasan hama, penyiangan hingga pasca panen. Agar usaha tani padi bisa tumbuh dengan baik dengan produktivitas tinggi , petani harus melakukan pemupukan setelah 10 hari tanam. Pupuk yang digunakan adalah  campuran  pupuk Za, Urea dan Phonska (pupuk majemuk).  Pupuk tersebut akan lebih bagus lagi kalau dicampur dengan herbisida  untuk menekan pertumbuhan gulma.

Setelah dilakukan pemupukan, diteruskan dengan pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, pengobatan rutin dan dan pemeliharaan pematang. Selama proses menanam padi, petani setiap hari harus  ke sawah untuk melihat perkembangan tanaman dari gangguan hama dan penyakit. Dengan rutinitas ke sawah ini diharapkan, hama dan penyakit  bisa dideteksi sejak dini.

Sedangkan penyemprotan hama dilakukan ½ bulan sejak dari tanam. Kalau musim tanamnya berbarengan dengan datangnya musim hujan, petani diharapkan lebih sering ke sawah untuk melihat perkembangan tanaman. Hal itu dikarenakan, saat musim hujan , frekuensi  serangan atau gangguan hama dan penyakit lebih tinggi. Setelah tanaman padi berusia 25 hari harus dilakukan pemupukan lagi dengan pupuk NPK.  

“Setelah  proses tersebut dilakukan dengan baik, maka 3 (tiga) bulan selanjutnya , padi yang ditanam bisa dipanen. Kalau dipelihara dengan baik, hampir bisa dipastikan produktivitas padi bisa tinggi,” ujarnya.

H. Karjono mengakui, peran pupuk sangat penting dalam perkembangan vegetative tanaman padi.  Sehingga, jangan sampai petani terlambat dalam melakukan pemupukan pada tahap awal hingga akhir.  Petani seyogyanya melakukan pemupukan secara seimbang. Artinya, petani dala menggunakan pupuk tiap hektarnya sudah terukur. Dalam setiap hektar jumlah pupuk ponskha  sebanyak 275 kg, urea 3 kwintal, dan Za 1,5-2 kwintal. 

“ Saat ini pupuk mudah didapatkan. Bahkan, pupuk bersubsidi pun bisa dibeli petani langsung di kios-kios dengan harga terjangkau. Sehingga tak ada alasan petani terlambat dalam melakukan pemupukan,” ujarnya.

Selain pupuk, prasarana dan sarana pertanian lainnya, seperti pestisida dan herbisida juga mudah didapatkan petani. Kemudahan prasarana dan sarana pertanian tersebut akan mendorong, usaha tani padi mampu berkembang dengan baik.

Kendati sudah mendapatkan kemudahan prasarana dan sarana pertanian, manajemen KUB Kepodang Topo tak mengurungkan niatnya untuk membentuk koperasi. Akhirnya, koperasi yang diidam-idamkan petani  sudah terbentuk dengan nama Koperasi Krida Muda Agro Sukoharjo. Keberadaan  koperasi ini diharapkan bisa mendorong semangat petani anggota KUB Kepodang Topo ke depannya untuk lebih mandiri dan lebih makmur. Musababnya,  dengan adanya koperasi, para petani akan lebih mudah lagi dalam mengembangkan usaha taninya.

“ Koperasi yang kami bentuk ini usahanya antara lain berupa jasa alsinta, jual beli beras ke petani, distribusi pupuk dan usaha lainnya. Petani bisa membeli pupuk dengan cara mengutang dahulu, bayarnya nanti setelah panen,”  paparnya.

Terintegrasi dari Hulu-Hilir

Selain didukung dengan koperasi, KUB Kepodang Topo  saat juga mengembangkan berbagai usaha pertanian yang terintegrasi dari hulu-hilir. Diantara usaha itu berupa pembibitan padi, jasa alsintan, penggilingan padi, hingga pembibitan ternak sapi.  Usaha pembibitan padi yang dilakukan sendiri sangat penting untuk memudahkan petani saat memasuki musim tanam padi.  Sedangkan, saat olah lahan, tanam hingga panen, petani bisa menyewa alsintan di koperasi yang dikelola kelompok tani.

Sukar, salah satu petani, yang juga sebagai Penyedia Sarana Produksi KUB Kepodang Topo mengatakan, sistem pertanian yang dilakukan petani anggota KUB Kepodang Topo bisa dibilang sudah terintergrasi dari hulu-hilir. Di hulunya, petani sudah mampu memanfaatkan benih padi yang dikelola sendiri. Bahkan, pada saat olah lahan, tanam hingga panen, mereka telah memanfaatkan jasa alsintan.

“ Untuk paska panennya, kami sudah mempunyai penggilingan padi sendiri. Sehingga, petani yang panen padi, gabahnya langsung dikirimkan ke penggilingan. Petani pun bisa menjual gabah atau padi di penggilingan,” jelas Sukar.

Kendati  skala produksi penggilingan padi yang dimiliki petani tak sebesar penggilangan padi milik pengusaha, kualitas produksi beras yang dihasilkan tak jauh berbeda. “Kami akan terus berinovasi agar beras yang kami hasilkan dari penggilingan padi ini kualitasnya lebih bagus,” ujarnya.

Menurut Sukar,  awal tahun 2025 petani anggota KUB Kepodang Topo yang berkedudukan di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo belum memasuki musim panen. Hal itu dikarenakan, para petani baru mulai olah lahan menjelang akhir tahun 2024 lalu dengan alsintan (TR 4). Setelah itu, mereka  mulai tanam padi yang benihnya  dibeli dari hasil pembibitan padi yang dikembangkan KUB Kepodang Topo.

“ Pembibiatan padi tersebut dikembangkan di atas lahan sekitar satu hektar lebih.  Jenis bibit padi yang ditanam berupa padi Inpari 32. Bibit padi ini dijual dengan harga Rp 7.500 per nampan,” kata Sukar.

Petani yang tergabung dalam KUB tersebut juga mempunya usaha pembibitan sapi simetal dan limosin. Sapi yang dibudidaya petani  dari yang semula hanya 20 ekor terus berkembang.  Pada saat  Idul Adha tahun 2024,  ada enam sapi yang kami jual dengan berat 2,5-3 kwintal dengan harga Rp 20 juta-Rp 21 juta per ekor. 

Sedangkan limbah (kotoran) sapi selain dijadikan pupuk, juga dimanfaatkan petani sebagai bio gas untuk kebutuhan rumah tangga. Gas metan dari kotoran sapi tersebut disalurkan melalui pipa ke sejumlah rumah penduduk untuk memasak. Diharapkan, ke depannya, sistem pertanian yang dikembangkan KUB Kepodang Topo tak hanya terintegrasi dari hulu-hlilir, tapi juga zero waste. (dar)