• Home
  • Laut dan Ikan

Dampak Cuaca Ekstrem, Produksi Nener di Gerokgak Anjlok

26 Agu 2024, 22:17 WIB | Indarto

Komang Prayit | Dok. Istimewa

AGROMILENIAL.COM, Jakarta --- Musim kemarau dan cuaca ekstrem sepanjang tahun 2024 tak hanya berdampak terhadap kekeringan di sejumlah lahan sawah. Kemarau panjang juga berdampak signifikan terhadap para pembenih bandeng di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. 

Baca Juga :

Sejak empat bulan lalu (Mei 2024,red) produksi telur bandeng dan benih bandeng (nener) di Gerokgak  hingga saat ini turun sekitar 30 persen dari biasanya. Lantaran produksi berkurang, harga nener saat ini melonjak hingga Rp 8-Rp 9 per ekor, dari sebelumnya Rp 3-Rp 4 per ekor. Sedangkan harga telor bandeng juga naik menjadi Rp 1,5-Rp 2 pet butir dari sebelumnya Rp 1 per butir.

Komang Prayit, salah satu pengelola pembenihan bandeng CV. Dewata Laut mengatakan, kondisi di Pantai Gerokgak saat ini anginnya kencang, kalau siang panas dan udara di malam hari sangat dingin. Perubahan iklim ekstrem ini sangat berpengaruh terhadap produksi telur bandeng dan nener.

“ Produksi telur turun drastis. Dari sebelumnya bisa mencapai 100 kantong, saat ini hanya sekitar 10 kantong per hari. Belum lagi, kami juga mengalami persoalan langkanya tenaga teknis yang mengelola usaha perbenihan bandeng . Saat ini kami agak susah untuk memproduksi nener,” paparnya.

Menurut Komang Prayit, permintaan pasar dalam negeri juga masih sepi. Begitu juga untuk pasar manca negara seperti ke Filipina dan  Malaysia juga sepi. “ Permintaan di dalam negeri memang masih ada, tapi tidak banyak dan bayarnya agak susah,” ujarnya.

Nener yang diproduksi para pembudidaya bandeng di Gerokgak biasanya dijual ke kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa, Makassar, Jene Ponto,  Kalimantan (Pontianak) dan sejumlah daerah lainnya. Sedangkan pasar manca negara yang paling dominan adalah Filipina dan Malaysia.

Permintaan  nener ke Filipina, lanjut Komang Prayit , pernah menyentuh di angka 2 juta ekor per minggu. Harga nener yang diekspor memang lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasar lokal. Untuk pasar ekspor rata-rata harganya Rp 50 per ekor.

“Harga lebih tinggi, karena kami dibebani biaya operasional  dan biaya lainnya,” ujarnya.

Produksi nener di Gerokgak di saat normal  antara 2 juta- 3 juta ekor  per hari. Memang beberapa tahun silam pernah menyentuh di angka 5 juta ekor per hari. Dikarenakan adanya perubahan iklim ekstrem dan dampak el nino, maka produksi nener saat ini berkurang hingga 30 persen, atau sekitar 600 ribu ekor per hari.

“ Posisi kami saat ini hanya bertahan hingga akhir tahun nanti. Kami harapkan, menjelang akhir tahun, sudah mulai hujan, dan produksi kita bisa normal kembali,”  kata Komang.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Perhimpunan Pembudidaya Perikanan Pantai Buleleng ( P4B), I Nyoman Suitra. Menurutnya, usaha pembenihan bandeng di Gerokgak sangat dipengaruhi oleh alam, seperti cuaca dan iklim. Bali menjadi salah satu lokasi pembenihan bandeng yang sudah dikenal pembudidaya di tanah air maupun manca negara.

“Produksinya juga sangat tergantung permintaan pasar. Kalau pasar dalam negeri harganya lebih murah dibanding dengan harga yang dijual ke luar negeri.Tapi, kondisi saat ini komoditas bandeng yang ada di dalam negeri (lokal) seperti di Pantura Jawa masih banyak. Sehingga mereka belum melakukan pembesaran lagi,” kata Nyoman Suitra.

Nyoman memperkirakan, pada bulan Oktober-Desember 2024 diperkirakan produksi telur dan nener di Gerokgak  akan naik lagi. “Kalau saat ini cuacanya sedang kurang baik. Sehingga produksi nener dan telur bandeng menurun. Karena produksi turun, maka harga nener di pasar naik,” paparnya.

Kendati harga tinggi, lanjut Nyoman, saat ini bisa dibilang tak ada pembudidaya lokal yang membeli nener. Begitu juga permintaan pasar manca negera juga sepi. “ Di Pantura Jawa sedang musim kemarau. Nanti kalau musim penghujan, diperkirakan permintaan akan banyak,” katanya.

Seperti diketahui, sejak puluhan tahun silam pembudidaya bandeng  di Pantai Gerokgak dikenal sebagai pengekspor nener ke Filipina. Jumlahnya pun mencapai 1,5 juta ekor-2,5 juta ekor per bulan. Di pantai sepanjang 30 Km  ada sekitar 5.000 hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang mengandalkan hidupnya dari pembenihan bandeng. Usaha yang mereka tekuni berkat adopsi teknologi pemijahan bandeng yang dikembangkan Balai Budidaya Laut (BBL) Gondol, Bali.  Para pembenih berskala rumah tangga itu mampu memproduksi benih bandeng (nener) sebanyak 5-10 juta per hari. (dar)