• Home
  • Kebun

PHT Jadi Kunci untuk Tingkatkan Produksi Kakao

19 Agu 2024, 15:05 WIB | Indarto

Komoditas Kakao | Dok. Agromilenial

AGROMILENIAL.COM, Jakarta --- Komoditas kakao masih menjadi andalan sejumlah pekebun di Solok, Sumatera Barat (Sumbar). Sejak awal tahun hingga pertengahan tahun 2024 lalu pekebun kakao sempat menikmati kenaikan harga kakao yang cukup signifikan yakni Rp 130 ribu per kg, dari tahun sebelum yang hanya Rp 50 ribu-Rp 60 ribu per kg (fermentasi). Bahkan, menjelang akhir Agustus 2024 harga kakao fermentasi masih stabil di angka Rp 130 ribu per kg. Kendati harga kakao tinggi, sejumlah petani kakao di Solok saat ini menghadapi kendala, dengan datangnya hama dan penyakit seperti busuk buah dan penggerek buah.

Baca Juga :

Sejumlah pekebun kakao di Solok sejak Juli 2024 lalu mengeluhkan serangan hama dan penyakit busuk buah dan penggerek buah. Akibat hama dan penyakit tersebut, banyak tanaman kakao rusak. Buah kakao yang berusia 2 bulan busuk  dan warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman. Buah kakao juga berubah menjadi belang-belang karena diserang hama penggerek buah. Selanjutnya, buah tersebut jatuh berserakan di sekitar pohon.

Pemandangan menyedihkan ini terjadi hampir di setiap hari di sejumlah kebun kakao. Buah kakao yang sudah berusia 2 bulan itu banyak yang rontok. Selain hama dan penyakit, kondisi tanaman yang sudah tua juga menjadi penyebab rentan terhadap hama dan penyakit. Kurangnya perawatan yang dilakukan pekebun terhadap pertanaman kakao juga memperparah datangnya hama dan penyakit.

Menurut salah satu pekebun kakao asal Solok, Sumbar, Busron Bahar, pekebun kakao bersama kelompoknya harus rajin melakukan pengendalian hama tanaman (PHT). Kuncinya, pekebun harus rajin melakukan PHT untuk mengantisipasi datangnya hama dan penyakit. Mengingat serangan hama dan penyakit seperti busuk buah dan penggerak buah itu bisa muncul kapan saja. Artinya, baik di musim penghujan atau kemarau,  hama dan penyakit tersebut harus tetap diwaspadai.

Busron yang juga anggota Kelompok Tani Saiyo, Nagari Salayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) mengungkapkan, percuma saja pekebun melakukan replanting kalau tak diikuti dengan PHT. Sebelum mengganti tanaman kakao yang sudah tua, pekebun harus melakukan perawatan juga terhadap lahannya. Mulai dari pemupukan,  pemangkasan, hingga penyiangan terhadap dahan dan ranting.

“ Kalau sudah mulai ada hama segera dilakukan penyemprotan dengan insektisida. Sedangkan untuk mengatasi penyakit busuk buah bisa dilakukan penyemprotan dengan fungisida,” kata Bahar.

Agar mendapatkan produksi kakao yang maksimal, pekebun harus melakukan perawatan sejak mulai tanam. Pekebun juga harus rajin melakukan penyiangan terhadap tanaman kakao sampai usia 6-8 bulan.  Setelah usia satu tahun, kakao akan mulai belajar berbuah (ada buahnya tapi tak banyak), tetap melakukan perawatan seperti pemangkasan, supaya cahaya sinar matahari masuk. Kemudian, pada usia 2 tahun kakao mulai berproduksi.

Apabila perawatannya dilakukan dengan baik, produktivitas kakao bisa mencapai 2 ton per hektar (ha). “ Sayangnya, sebagian pekebun enggan untuk melakukan perawatan, sehingga produktivitas kakao  dari sejumlah kebun di Solok ini mulai anjlok menjadi 500 kg/ha. Rendahnya produksi kakao ini selain ada hama dan penyakit, juga diakibatkan banyak tanaman kakao yang sudah tak produktif (tua),” katanya.

Guna mengatasi rendahnya produktivitas kakao di Solok, Busron mengusulkan, agar pemerintah mendorong pekebun untuk melakukan replanting. Apakah akan melakukan replanting dengan tanaman kakao dengan teknologi sambung pucuk atau sebagian menggunakan benih kakao unggul lokal,--yang buahnya tak kalah dengan kakao sambung pucuk.

Busron sendiri mengaku telah melakukan replanting terhadap sebagian tanaman kakao yang ada di kebunnya sebanyak 600 batang beberapa tahun lalu. Kini, sebagian dari kakao yang sudah diremajakan itu sudah mulai berbuah. Usia buah kakao yang dibudiday di lahan seluas 2 hektar ini antara 3-4 bulan. Diperkirakan menjelang Oktober-September 2024, buah kakao tersebut sudah bisa dipanen.

Meski sejumlah pekebun kakao di Solok mengeluhkan adanya serangan hama dan penyakit, menurut Busron, OPT tersebut bisa diatasi dengan PHT. Bahkan, apabila pekebun rajin melakukan perawatan, munculnya hama dan penyakit yang bisa datang kapan saja mampu ditekan. “Kuncinya itu tadi, kita harus melakukan PHT dan merawat tanaman sejak dini (mulai ditanam,” ujarnya.

Produktivitas Rendah

Busron juga mengakui, apabila sebelumnya mampu memproduksi kakao 2 ton per ha, untuk saat ini sangat sulit mengulangi sukses yang dilakukan beberapa tahun silam. Mengapa demikian? Karena sudah banyak tanaman kakao yang usianya di atas 20 tahun (sudah tua). Tanaman yang sudah tua ini harusnya mulai diremajakan lagi.

Faktor lain menjadi penyebab anjloknya produksi kakao di Solok, pengaruh perubahan musim. Saat ini antara musim kemarau dan penghujan sangat rancu. Akibat perubahan musim, menjadikan datangnya musim kemarau lebih panjang. Sebaliknya, datangnya musim penghujan juga lebih lama. 

Rendahnya produktivitas tanaman kakao juga disebabkan, tanaman rusak dan banyaknya hama dan penyakit. “Jadi, peremajaan itu sangat penting dilakukan untuk mendorong produktivitas,” kata Busron.

Pastinya, budidaya kakao sangat menguntungkan saat ini. Sebab, harga kakao mulai naik setahap demi setahap sejak September tahun 2023 lalu. Diperkirakan, harga kakao akan terus naik. Bahkan, di tingkat penjual, harga kakao saat ini rata-rata sudah di angka Rp 160 ribu per kg.

Naiknya harga kakao dikarenakan tingginya permintaan masyarakat untuk keperluan pembuatan kue dan kuliner lainnya. “ Sayangnya, ketika harga naik, produksi yang kami tak banyak. Bahkan, sebagian kakao kami masih berbunga,” ujarnya.

Bagi pekebun kakao yang melakukan fermentasi biji kakao, saat ini juga diuntungkan. Sebab, kakao fermentasi memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibanding dengan biji kakao non fermentasi. Cara fermentasinya pun mudah, dan  kualitas biji kakao yang dihasilkan lebih bagus, sehingga diminati pasar.

Pekebun kakao yang rajin memeliharan tanaman kakao, tiap dua minggu sekali (sebulan dua kali) petani bisa panen kakao.   Kakao yang dibudidaya pekebun Solok umumnya dilakukan dengan teknik sambung tempel. Ada juga sebagian yang dibudidaya dengan sambung pucuk. Bibit yang digunakan adalah bibit unggul,seperti klon Sulawesi dan sebagian bibit unggul dari Payakumbuh. Khusus untuk klon Sulawesi tahan terhadap penyakit, buahnya besar dan banyak. Dalam satu hektar ada sekitar 800-1.000 batang kakao yang di tanam. (NS/Humas DjBun/tor)