• Home
  • Life style

Hijaukan Kawasan Hunian untuk Antisipasi Iklim Ekstrem

20 Mei 2024, 11:21 WIB | Indarto

Bibit alpukat miki | Dok. Agromilenial

AGROMILENIAL.COM, Jakarta --- Climat change atau perubahan iklim berdampak terhadap kehidupan manusia. Salah satu dampak yang kerap kali dirasakan adalah munculnya kemarau yang berkepanjangan (el nino), dan mengakibatkan jadwal tanam petani mundur. Dampak yang tak kalah mengerikan dari perubahan iklim lainnya yakni, munculnya la nina atau musim penghujan yang berkepanjangan.

Baca Juga :

Tak hanya bagi petani, dampak perubahan iklim juga dirasakan masyarakat di perkotaan. Ancaman banjir ketika musim hujan tiba dan kekeringan ketika musim kemarau berkepanjangan selalu menghantui sebagian masyarakat perkotaan.

Guna mengantisipasi perubahan iklim ekstrem tersebut, sebagian masyarakat kota secara bersama-sama melakukan penghijauan di kawasan hunian mereka. Penghijauan ini diharapkan mampu memberi peran ganda ketika musim kemarau dan penghujan tiba. Melalui penghijauan, kawasan perumahan atau hunian menjadi lebih sejuk. Sementara itu, akar-akar tanaman akan menyerap air, sehingga mampu menyimpan air ketika kemarau datang.

Antisipasi perubahan iklim, juga dilakukan masyarakat atau penghuni  Perumahan Nasio, Kel. Jati Mekar, Kec. Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat (Jabar). Para penggiat lingkungan di perumahan tersebut, saat ini bolehlah berbesar hati.  Hal itu dikarenakan, kawasan hunian mereka mulai tampak hijau. Dari pintu gerbang masuk perumahan, khususnya di sebelah  kiri jalan tumbuh aneka pohon buah-buahan. Lebih masuk lagi ke kawasan hunian, tampak sederet alpukat sambung pucuk yang ditanam dalam pot berjajar di kiri kanan jalan.

Sekilas, kawasan perumahan yang dulunya tak lekang dari banjir itu, terus berbenah. Guna mendukung wisata lingkungan, warga Nasio sudah mulai melakukan gerakan bersih (Geber) dan gerakan hijau (Gejo) dari hulu sampai hilir. Di hulunya dengan mengembangkan potensi sampah untuk dijadikan pupuk organik untuk memberi asupan tanaman alpukat.

“ Bank sampah ini sasarannya untuk mengurangi sampah di lingkungan perumahan. Sampah yang dikumpulkan ini kami jadi pupuk (kompos). Dari bahan kompos inilah akan membantu pengembangan penghijauan di lingkungan kami,” kata Pembina Yayasan Pelita Lingkungan Nasio (YPLN), Setyono, di Jakarta, belum lama ini.

Alpukat sambung pucuk yang di tanam dalam pot saat ini sudah ada yang mulai belajar berbuah. Bahkan, dengan adanya CSR sejumlah perusahaan akan membantu mewujudkan penanaman alpukat sambung pucuk yang ditargetkan mencapai 650 pohon.

Hingga saat ini realisasi alpukat yang ditanam sebanyak 200 batang (termasuk bantuan CSR dari Maybank). Alpukat sabung pucuk dalam pot ini rata-rata usianya sudah 2,5 tahun. Sebagian dari tanaman tersebut sudah berbunga dan awal tahun 2024 mulai belajar berbuah.

Sesuai rencana, lingkungan perumahan tersebut akan ditanam alpukat sambung pucuk sebanyak 650 batang, di sepanjang 2,2 Km. Alpukat ini ditanam di jalur yang potensial atau jalur utama lingkungan perumahan dengan jarak antar tanaman 3 meter.

Selain ada tanaman khas berupa alpukat sambung pucuk, kawasan Perumahan Nasio ada enam daya dukung untuk mengembangkan wisata lingkungan (agrowisata). Diantaranya, green house, pusat pelatihan, bank sampah, taman alpukat miki, mesjid (Baiturahim), dan Pondok Lebah.

Menurut Setyono, untuk penghijauan ini di hulunya akan dikembangkan pengolahan sampah untuk dijadikan pupuk organik. Bank sampah ini juga bertujuan untuk mengurangi sampah di lingkungan perumahan.  Sedangkan untuk mengolah sampah (komposing) diperlukan  140 unit komposter.  Dari target tersebut, baru tercapai sekitar 60 persen, atau sebanyak 56 unit. Dari alat pengolahan sampah tersebut, dapat menghasilkan 1.340 kg pupuk kompos/bulan. Pupuk kompos ini sebanyak 38 persen untuk keperluan penghijauan, 30 persen untuk apresiasi dan sisanya dijual dengan harga Rp 20 ribu/sak (10 kg). (dar)