• Home
  • Hortikultura

Peragi: Duet Rumah Tangga dan Petani Hortikultura Cegah Inflasi

22 Agu 2023, 20:32 WIB | Indarto

FGD seri 3 yang digelar Peragi, di Bogor, Selasa (22/8) | Dok. Istimewa

AGROMILENIAL.COM, Bogor --- Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, mengatakan, anomali iklim yang tidak menentu di Indonesia dapat berdampak luas hingga inflasi ekonomi. Dampak ekonomi tersebut terjadi karena upaya meningkatkan produksi hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih dapat terhambat.

Baca Juga :

 “Tanpa anomali iklim saja volatilitas harga komoditas hortikultura dapat membuat inflasi pada musim tertentu, apalagi dengan adanya anomali,” kata Syakir di acara monthly focus group discussion (FGD)  seri 3 pada Selasa (22/8), di Bogor.

Menurut Syakir, pada Juli tahun lalu cabai merah menyumbang inflasi (mtm) hingga 0,15 persen, sedangkan bawang merah 0,09 persen, dan cabai rawit 0,04 persen. “Indonesia harus mempunyai strategi jangka panjang untuk meningkatkan produksi cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih di tengah siklus fluktuasi iklim,” kata Syakir. 

Dengan memiliki strategi jangka panjang, maka petani dapat tetap berproduksi tinggi baik ketika siklus iklim kering maupun di saat siklus iklim basah. Cabai merah dan cabai rawit menjadi komoditas penting karena dibutuhkan untuk industri besar, industri kuliner, dan rumah tangga. Menurut Syakir, rumah tangga dapat membantu mencegah inflasi dengan berswasembada cabai merah dan cabai rawit dari lingkungan terdekat seperti pekarangan. 

“Gerakan rakyat tanam cabai dapat menyelamatkan rumah tangga dari ketergantungan cabai merah dan cabai rawit dari pasar,” kata Syakir. Sementara kebutuhan industri besar dan industri kuliner tetap dicukupi oleh produsen yaitu petani hortikultura yang cerdas iklim.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Taufik Ratule, pemerintah saat ini memiliki arah pembangunan hortikultura yaitu meningkatkan daya saing hortikultura melalui peningkatan produksi, produktivitas, akses pasar, dan logistik yang didukung sistem pertanian modern yang ramah lingkungan, serta mondorong peningkatan nilai tambah produk untuk kesejahteraan petani.

Upaya tersebut dilakukan melalu 3 strategi yaitu: 1) pengembangan kampung hortikultura termasuk cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih; 2) Penumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di bidang hortikultura melalui bantuan sarana prasarana pascapanen dan sarana pengolahan; dan 3) Modernisasi hortikultura melalui pengembangan Sistem Informasi (SI) kegiatan pembangunan hortikultura dari hulu hingga hilir. “Pemerintah menyadari fluktuasi iklim telah membentuk siklus sehingga arah pengembangan hortikultura diupayakan adaptif baik di musim basah maupun musim kering,”kata Taufik.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari, PhD, mengatakan ketidakpastian iklim memang dapat mengganggu produksi, menurunkan kualitas dan kuantitas hasil, serta mengganggu adaptasi tanaman. “Sumber daya air menjadi terbatas sehingga petani kecil sangat rentan. Petani harus menambah biaya untuk memasok air ke lahan sehingga dibutuhkan kebijakan publik untuk mengurangi beban petani,” kata Puji.

Indonesia sebetulnya memiliki potensi sumber daya genetik karena merupakan pusat dan asal keanekaragaman plasma nutfah dari berbagai jenis tanaman. Bahkan beberapa hasil penelitian melaporkan tanaman yang bukan asli Indonesia seperti cabai, bawang merah dan bawang putih telah membentuk keragaman genetik yang besar di Indonesia. 

“Keragaman genetik yang tinggi pada cabai, bawang merah, dan bawang putih dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pendekatan untuk menghadapi dampak anomali iklim,” kata Puji.

Sebagai langkah antisipasi anomali iklim, maka dalam jangka panjang dilakukan riset perbaikan infrastruktur dan pengembangan inovasi pengairan untuk meningkatkan ketersediaan air irigasi pertanian. Sebut saja riset optimasi smart fertigation system untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pemupukan pada budidaya cabai merah berkelanjutan. Demikian pula riset pemanfaatan sumber daya genetik lokal yang toleran terhadap cekaman kekeringan untuk peningkatan produksi.

 “Saat ini dilakukan evaluasi toleransi kekeringan pada cabai lokal Sumatera Barat dan peningkatan produktivitas cabai lokal di Lahan Lebak Kalimantan Selatan,” tutur Puji. 

 Sementara itu, menurut Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Hortikultura, Husnain, SP, MP, PhD, Kementerian Pertanian juga berupaya mengatasi dampak anomali iklim pada produksi hortikultura dengan berbagai pendekatan. Salah satunya melalui dukungan standar instrumen hortikultura seperti pedoman dan praktik terbaik untuk mengoptimalkan budidaya, pemrosesan, dan distribusi produk hortikultura.

Standardisasi dapat mempengaruhi berbagai aspek seperti pemilihan varietas tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim hingga pengelolaan pasca panen. “Tujuan akhirnya untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, kontiyuitas, keamanan, dan produktivitas produk hortikultura serta perdagangan yang lebih baik,” kata Husnain.

Pada konteks hortikultura, menurut Husnain, perlu dilakukan penjadwalan irigasi atau irrigation scheduling untuk keberlanjutan budidaya dan ekonomi usaha tanaman cabai terutama pada wilayah dengan sumber air irigasi yang terbatas. “Irigasi terjadwal penting karena menghemat air tetapi produksi tanaman tetap dapat dicapai,” kata Husnain.

Hadir juga pada acara FGD seri 3 tersebut para narasumber lain seperti Ir. Afrizal Gindow dari PT. East West Seed Indonesia dan Iqbal Habibi sebagai praktisi muda di bidang hortikultura. Sementara pembahas adalah Ir. Abdul Hamid Fauzie, Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) dan Dr. Awang Maharijaya, S.P., M.Si. Secara daring hadir pula Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr untuk memberikan pengantar diskusi.***