- Home
- Life style
Berkat Beras Sehat, Penyakit Bablas
AGROMILENIAL.COM, Jakarta --- Diabetes mellitus (DM) atau yang lebih populer disebut dengan penyakit diabetes (gula) masih menjadi momok masyarakat, khususnya bagi individu berusia 40 tahun ke atas. Lantaran gaya hidup modern, suka makan di fast food, hidup santai, tak sedikit individu berusia di bawah 40 tahun terkena penyakit gula. Selain pola makan, DM karena tingginya asupan karbohidrat dengan indeks glikemik (IG) tinggi. Ada anggapan, asupan makanan dengan IG tinggi adalah beras.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Agroindustri, BRIN, Prof. Sri Widowati mengatakan, ada anggapan, beras (nasi) memiliki IG tinggi, sehingga mengkonsumsi nasi glukosanya akan meningkat. Apalagi, beras dikonsumsi lebih dari 90 persen masyarakat, sehingga perlu invensi beras fungsional dengan IG rendah. Begitu juga dengan DM dan penyakit degenaratif lainnya prevalensinya meningkat. Bahkan, Indonesia masuk 10 negara dengan jumlah DM tinggi (hampir 80 persen DM tipe 2).
Menurut Widowati, beras menjadi sumber karbohidrat/energy dan protein. Penderita diabetes mellitus (DM) biasanya mengurangi nasi, bahkan ada yang sengaja mengganti dengan sumber karbohidrat lain seperti umbi. Mengingat, beras dianggap bahan pangan yang cepat menaikkan kadar gula darah (IG tinggi), harus dicari inovasi untuk menghasilkan beras dengan IG rendah.
“ Padahal tak semua jenis beras akan meningkatkan kadar gula darah secara cepat dan tinggi. Beras yang cenderung pera IG-nya rendah. Begitu juga pola masak juga berpengaruh terhdap kadar IG. Cara memasak beras dengan dikukus dan mengkonsumsi nasi dingin akan menekan IG dalam beras,” kata Widowati, dalam webinar bertajuk “Beras sehat (low GI high protein)”, di Jakarta, Senin (6/2).
Widowati juga menyebutkan, pemicu penyakit diabetes bukan hanya menkonsumsi makanan dengan IG tinggi saja. Perubahan gaya hidup yang cenderung santai, kurang aktivitas fisik (olah raga) dan perubahan pola konsumsi pangan masyarakat (terutama di perkotaan) yang cenderung nmengikuti pola makan ala barat, juga menjadi salah satu penyebab DM. Restoran fast food memberi kontribusi meningkatnya prevalensi penyakit degenerative, karena menunya cenderung tinggi lemak dan kalori, serta rendah vitamin dan mineral. Bumbu yang lezat dan lemak menjadi salah satu penyebab konsumsi pangan berlebih, dan hal tersebut mengakibatkan obesitas, dan DM.
“ Umumnya, yang berisko terkena DM adalah individu berumur di atas 40 tahun, kelebihan berat badan, perokok, pola hidup santai, kurang olah raga/gerak, pola makan tinggi kalori dan lemak, serta rendah vitamin, mineral dan serat pangan,” ujarnya.
Karbohidrat dengan indeks glikemik (IG) tinggi ketika dikonsmsi akan dicerna dan diserap dengan cepat, sehingga glukosa darah meningkat cepat. Konsumsi karbohidrat dengan IG tinggi yang terus menerus dalam jangka panjang dapat berdampak pada peningkatan risiko obesitas, dan penyakit yang berhubungan dengan diet lainnya termasuk diabetes miletus (DM) tipe2, penyakit jantung dan beberapa jenis kanker.
Menurutnya, pangan dengan IG rendah akan dicerna dan diserap lebih lambat sehingga dapat mencegah terjadinya fluktuasi gula darah yang terlalu lebar. Pangan dengan IG rendah relatif aman dikonsumsi oleh diebetesi. Pangan jenis ini membantu mengontrol nafsu makan dan memperlambat munculnya rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat badan.
“ Banyak penderita DM melakukan diet yang benar, namun kadar gula darahnya masih tinggi. Banyak juga orang yang merasa telah berusaha keras menurunkan berat badan dengan membatasi konsumsi makana, rela menahan lapar, tapi hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.
Widowati juga mengungkapkan, info nilai IG pangan dapat membantu penderita DM dalam memilih makanan yang tak menaikkan kadar gula darah secara drastis, sehingga kadar gula darah dapat dikendalikan pada tingkat yang aman. Makanan denan IG rendah membantu orang untuk mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah. Pangan dengan IG rendah bagi diabetesi dapat membantu mengontrol kelebihan berat badan.
Beras IG Rendah
Menurutnya, saat ini suah ada beras dengan IG rendah. Inovasi teknologi dan proses penemuan IG beras sangat unik. Prosesnya dimulai dari bahan baku gabah kering giling (GKG) secara spesifik, melalui proses khusus berupa teknologi pratanak.
“ Melalai proses ini, beras IG rendah tetap pulen dan rasa nasi enak,” ujar Widowati.
Widowati juga mengatakan, inovasi teknologi ini aman, karena tanpa menggunakan bahan kimia. Teknolgi ini bisa dipalikasi untuk semua jenis dan varietas padi. Inovasi ini beda dengan IG rendah genetic (pemulian konvensional dan bioteknologi), yang bertekstur pera dan rasa kurang enak.
“ Beras fungsional memberi efek fisiologis pada tubuh yang bermanfaat bagi penderita DM dan obesitas. Peningkatan rendeman, mutu giling, dan daya simpan beras. Kaya akan vitamin, mineral dan serat pangan. Sedangkan daya cerna pati, gula dan IG turun sesuai keinginan,” paparnya.
Sedangkan cara mendapatkan beras dengan IG rendah diantaranya, dengan memilih jenis berasnya. Biasanya, beras pera cenderung memiliki IG rendag dibanding dengan beras pulen. Cara masak menggunakan rice cooker, semua nutrisi tetap dalam tempat masak, daya cerna tinggi. Sedangkan masak dengan cara tradisonal menggunakan dandang (kukus) ada penurunan glukosa. Sehingga, kadar gula turun, serat pangan relatif lebih tinggi.
Kemudian, proses pratanak dapat menurunakn kadar gula, daya cerna pati dan IG. Sedangkan vitamin, mineral dan serat pangan meningkat. Suhu nasi saat mengkonsumsi nasi sebaiknya kondisi dingin (suhu 30 derajad celcius), sehingga IG lebih rendah dibanding dengan nasi hangat (50 derajad celcius) dan pans (70 derajad celcius).
“ Jika nasi berlebih, simpan di refrigerator, bisa dihangatkan lagi saat akan dikonsmusi, dan IG akan turun. Sebaiknya tak menyimpan nasi terlalu lama di rice cooker,” katanya.
Guna meningkatkan serat pangan yang dampaknya akan menurunkan IG, bisa ditambahkan agar-agar saat menanak nasi. Beras pecah kulit memiliki IG rendah dibandingkan dengan beras giling (beras putih). Makin tinggi derajad sosoh beras, IG semakin tinggi, karena lapisan bekatul yang dibuang saat penyosohan makin banyak. Sedangkan beras merah dan beras hitam memiliki keunggulan pada kandungan antioksidan, dan beta karoten. IG beras merah dan hitam sama saja dengan beras putih, tergantung varietasnya. (to)
Berita Lainnya
-
Kementan Siapkan Food Estate Lahan Jagung 10 Ribu Hektar di Papua
21 Mar 2023, 17:25 WIB
-
Optimalisasi Fungsi PIP Perkebunan untuk Dorong Pemasaran Produk Perkebunan
21 Mar 2023, 17:20 WIB
-
Sambut Ramadhan- Idul Fitri, Kementan Gelar Bazar Tani Pangan Murah
20 Mar 2023, 05:41 WIB
-
-
-
-
Berita Populer